Konflik geopolitik internasional yang sedang terjadi saat ini antara Ukraina -Rusia turut mempengaruhi kondisi pasar internasional khususnya dalam pasokan minyak global. Naiknya harga minyak global akibat kondisi geopolitik tersebut turut mempengaruhi harga Indonesia Crude OIL (ICP) pada bulan Februari tahun 2022. Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 18.K/MG.03/DJM/2022 tentang Harga Minyak Mentah Indonesia Bulan Februari 2022, yang ditetapkan tanggal 1 Maret 2022 menyebutkan bahwa harga rata – rata ICP pada Bulan Februari 2022 dipatok USD 95,72 per barel atau mengalami kenaikan sebesar USD 9,83 per barel dari bulan sebelumnya.
Sekjen ADPMET, Andang Bachtiar berpendapat bahwa kondisi gejolak harga minyak yang terjadi saat ini akibat konfilk tersebut tidak terlepas dari posisi Rusia yang merupakan salah satu produsen migas terbesar di dunia dan pemasok energi terbesar ke Eropa. Andang melanjutkan penjelasannya, tindakan-tindakan (sanksi-sanksi) yang diberikan akibat konflik Ukraina dan rusia diperkirakan akan membuat kondisi harga minyak saat ini sulit untuk mengalami penurunan dalam waktu dekat. Hal ini juga berkaitan dengan ancaman penyetopan suplai gas oleh Rusia ke pasar global khususnya suplai gas ke negara-negara Eropa sebagai tanggapan terhadap sanksi- sanksi yang dijatuhkan khususnya rencana Amerika Serikat dan sekutu Eropanya yang sedang mempertimbangkan untuk melarang impor minyak Rusia akibat invasi yang dilakukan ke. Ukraina.
Silahkan download file KEPMEN Tentang Harga gas bulan Februari 2022 di adpmet.or.id atau melalui link berikut:
https://adpmet.or.id/repo/peraturan
Selain itu peningkatan harga minyak juga dipengaruhi oleh peningkatan permintaan minyak mentah dunia. Laporan IEA (International Energy Agency) pada bulan Februari 2022 menyebutkan bahwa terdapat peningkatan proyeksi pertumbuhan tahunan permintaan minyak dunia tahun 2022 sebesar 3,2 juta barel per hari menjadi 100,6 juta barel per hari, dipicu oleh pembatasan Covid-19 yang mereda.
Merujuk dari laporan OPEC, diperkirakan terjadi peningkatan permintaan minyak dunia pada tahun 2022 sebesar 17 ribu barel per hari, sehingga menjadi 100,8 juta barel per hari dibandingkan proyeksi laporan bulan sebelumnya. Terkait pasokan minyak pada laporan OPEC bulan Februari 2022 terdapat revisi terhadap penurunan proyeksi suplai minyak negara-negara non-OPEC sebesar 60.000 barel per hari, sehingga menjadi 66,61 juta barel per hari pada tahun 2022 dibandingkan laporan bulan sebelumnya.
Kenaikan harga minyak yang terjadi nyatanya juga berdampak ke sektor-sektor lain. Selain itu kenaikan harga minyak akan berdampak terhadap APBN khususnya beban subsidi BBM dan LPG. Beban subsidi, khususnya BBM dan LPG juga meningkat dan bisa melebihi asumsi APBN 2022.
Kenaikan ICP menyebabkan harga keekonomian BBM meningkat sehingga menambah beban subsidi BBM dan LPG serta kompensasi BBM dalam APBN. Setiap kenaikan US$ 1 per barel berdampak pada kenaikan subsidi LPG sekitar Rp. 1,47 triliun, subsidi minyak tanah sekitar Rp. 49 miliar, dan beban kompensasi BBM lebih dari Rp. 2,65 triliun. Sebagaimana diketahui, subsidi BBM dan LPG 3 kg dalam APBN 2022 sebesar Rp77,5 triliun. Subsidi tersebut pada saat ICP sebesar US$63 per barel. Selain itu, kenaikan ICP juga memberikan dampak terhadap subsidi dan kompensasi listrik, mengingat masih terdapat penggunaan BBM dalam pembangkit listrik. Setiap kenaikan ICP sebesar US$ 1 per barel berdampak pada tambahan subsidi dan kompensasi listrik sebesar Rp. 295 miliar dikutip dari SIARAN PERS KESDM.
Terlepas dari hal-hal tersebut, Andang Bachtiar menyampaikan bahwa efek kenaikan dari harga minyak dunia tentunya akan berpengaruh bagi daerah penghasil migas. “Efek kenaikan harga minyak dunia saat ini bagi daerah penghasil migas diperkirakan akan berpengaruh terhadap penerimaan daerah dari DBH Migas. Kenaikan penerimaan daerah dari DBH Migas mungkin akan terasa di kuartal II” Ungkap Andang.
Terlepas dari bagaimana nantinya Pemerintah pusat menyiasati kondisi kenaikan harga migas saat ini, momen saat ini seharusnya dapat dimanfaatkan daerah untuk melakukan pengembangan energi terbarukan di daerah. Andang Bachtiar menyampaikan bahwa dengan adanya kemungkinan kenaikan DBH dari kondisi yang terjadi saat ini, ADPMET berharap kondisi tersebut dapat dimanfaatkan oleh Pemerintah daerah untuk meningkatkan peran energi terbarukan melalui pilot-pilot project dan penguatan fasiltas-fasilitas untuk Industri energi terbarukan. Hal ini Bisa menjadi stimulus untuk konversi energi fosil menuju energi terbarukan dan dapat membantu negara untuk mempercepat pembuatan peta jalan untuk mencapai target net zero emission dan bauran energi. “Banyak hal tentunya yang dapat dilakukan daerah penghasil migas akibat kemungkinan adanya peningkatan penerimaan daerah dari DBH Migas khususnya untuk diversiasi energi, dalam konteks ADPMET tentunya dapat dipergunakan untuk pilot-pilot project energi terbarukan atau pembuatan dan pengembangan fasilitas-fasilitas energi terbarukan di daerah” ungkap Andang.