Jakarta — Asosiasi Daerah Penghasil Migas dan Energi Terbarukan (ADPMET) menyelenggarakan Rapat Diskusi Terbatas secara daring pada Selasa, 26 Agustus 2025. Kegiatan ini membahas tindak lanjut dari terbitnya Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Republik Indonesia (Permen ESDM RI) Nomor 14 Tahun 2025 tentang kerja sama pengelolaan bagian wilayah kerja untuk peningkatan produksi minyak dan gas bumi. Acara yang berlangsung melalui Zoom Meeting ini dihadiri oleh Kepala Dinas ESDM atau yang mewakili, Kepala Dinas Sumber Daya Air atau yang mewakili, serta Dewan Pakar ADPMET. Rapat diskusi terbatas dipimpin langsung oleh Sekretaris Jenderal ADPMET, Andang Bachtiar dan Dewan Pakar ADPMET sekaligus Narasumber, Hendro Gunawan Saputro
Dewan Pakar ADPMET, Hendro Gunawan Saputro menyoroti dalam upaya meningkatkan produksi migas dari lapangan / struktur migas idle dan/atau Lapangan produksi, sumur idle, sumur tua & sumur BUMD/Koperasi/UMKM (“sumur BKU”), pemerintah melalui Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (Permen ESDM) Nomor 14 Tahun 2025 menegaskan sejumlah kebijakan penting. Hendro Gunawan mengungkapkan bahwa aspek Peningkatan Kompetensi Operasi Migas bagi BUMD/Koperasi/UMKM dalam pengelolaan sumur tua dan sumur BKU masih menjadi tantangan besar yang harus segera diatasi.
“Permen ESDM No. 14/2025 secara umum bertujuan meningkatkan produksi minyak dan gas bumi dari lapangan / struktur migas idel, Lapangan produksi, sumur idle, sumur tua & sumur BKU (dikenal sumur masyarakat). Namun, salah satu kekurangan utama dalam regulasi ini khususnya untuk pengelolaan sumur BKU dan sumur tua yang tetap merujuk Permen sebelumnya (Nomor 1 Tahun 2008) adalah minimnya perhatian pada aspek manajemen operasional migas serta keselamatan kerja, yang berpotensi menimbulkan risiko kecelakaan kerja dan praktik tambang ilegal.” jelasnya.
Menurutnya, dalam konteks keselamatan kerja, peraturan terkait kecelakaan tambang sebenarnya sudah diatur dalam “Mijn Politie Reglement” (MPR) staatsblad 1930 No. 341 atau Peraturan Keselamatan Tambang Tahun 1930 Lembaran Negara 341 yang sampai saat ini masih diberlakukan. MPR 1930 mengamanatkan Kepala Teknik Tambang bertanggung jawab atas pencegahan dan penanganan kecelakaan, dengan dukungan dari aparat setempat. Sebaliknya Permen ESDM No. 14/2025 maupun Permen ESDM No. 1/2008 dalam pengaturan siapa atau jabatan apa yang bertanggung jawab atas penanganan & pencegahan kecelakaan kerja dalam pengelolaan sumur tua & sumur BKU belum begitu jelas.
“Situasi ini menimbulkan resiko kelambanan dalam koordinasi penanganan kecelakaan kerja antara BUMD dan kontraktor. Bagaimana dukungan pemerintah daerah sampai tingkat Kementerian juga perlu disiapkan prosedurnya. Dalam situasi buruk terjadinya kecelakaan kerja yang fatal pada tambang sumur tua & sumur BKU, sebaiknya tanggung jawab kepala daerah (Bulati/Walikota) perlu terdefinisi lebih definitif. Apakah hanya sebatas dukungan, atau bertanggung jawab atas penanganan korban dan penyelamatan lingkungan khususnya lingkungan sosial. Kecelakaan tambang “sumur masyarakat” di Blora 17 Agustus 2025, mengindikasikan perlunya penguatan tata kelola dan penegasan tanggung jawab dalam manajemen operasional sumur tua & sumur BKU.” jelasnya.
Pasal 15.f & 15.g yang melarang pemboran sumur minyak perlu mendapat penjelasan yang lebih rinci dalam petunjuk teknis pelaporan dan tindakan hukum yg harus dilakukan (15.g). Penegasan pejabat / personal penanggung jawab pengawasan atas resiko terjadinya pemboran sumur minyak baru juga sangat diperlukan. Baik yg terjadi di dalam WKP KKKS maupun di luar WKP KKKS selama periode penanganan sementara.
“Permen 14/2025 ini, sebagaimana Permen 1/2008 juga mengatur tanggung jawab aspek HSE (Health, Safety, and Environment) kepada BUMD/Koperasi/UMKM dan kontraktor. Namun praktik di lapangan menunjukkan masih lemahnya supervisi teknis, keselamatan kerja serta penegakan peraturan (kepatuhan hukum). Pengelolaan sumur tua yang umumnya dilakukan oleh pelaku tambang tradisional praktis tidak memenuhi standar best practice dalam teknik eksploitasi minyak bumi.” tambahnya.
Masalah utama lainnya adalah overload dari tanggung jawab Kepala Teknik Tambang (merujuk MPR 1930 Pasal 2.1 & Pasal 12) di area operasi untuk melakukan pengawasan harian atas tambang sumur tua dan sumur BKU. Overload tanggung jawab Katek Tambang ini menjadikan pengelolaan sumur tua rentan terhadap praktik ilegal dan tingginya reiko kecelakaan kerja. Overload tugas Katek Tambang Migas, masalah dalam supervisi, pembinaan teknis, pembinaan HSE dan tidak adanya hubungan kontrakual antara BUMD dengan setiap Kelompok Penambang Sumuran (KPS - kelompok masyarakat yang mengaktivasi & memproduksikan sumur tua secara tradisional), menambah kompleksitas pengelolaan operasi tambang sumur tua & sumur BKN.
Sebagai solusi, disarankan pembentukan skema Kerjasama Operasi++ (KSO++) sebagaimana diatur Permen ESDM 14 / 2025 Bab III (plus BAB IV) khususnya di lapangan / struktur yg tumpeng tindih antara sumur produksi, sumur idle, sumur tua dan/atau sumur “masyarakat”. Dalam KSO++ ini, BUMD akan mendapat pendampingan dalam semua aspek operasi migas termasuk dalam supervisi teknis & HSE terhadap kelompok kelompok tambang sumur tua & sumur BKU. Perusahaan minyak pendamping mendapat opportunity untuk eksplorasi & eksploitasi sebagaimana standard best practice engineering dalam industry migas. KSO++ ini membuka semua opportunity peningkatan produksi mulai dari cara tradisional maupun teknik eksploitasi modern.
Pemerintah daerah diharapkan membentuk kelompok usaha pada setiap Kelompok Penambang Sumuran (KPS) sehingga masyarakat yg terlibat dalam penambangan sumuran bisa diorganisasikan dengan baik, serta Kuasa Tambang (kontraktor) menetapkan kepala Teknik Tambang khusus KSO++ (MPR 1930 Pasal 2.1) sebagai pejabat / personal penanggung jawab keselamatan pekerja, keselamatan fasilitas, keselamatan lingkungan alam & sosial. Hal ini bertujuan untuk meningkatkan kualitas pengelolaan dan menerapkan standar industri hulu migas sebagaimana peraturan yg berlaku (good practice & petroleum operation).
Lebih jauh, KSO++ ini diharapkan berperan aktif dalam pengembangan lapangan (potensi lapangan / struktur yg tidak bisa bisa dieksploitasi dengan ToR), pengawasan teknis, serta mentoring dalam aspek HSE kepada pelaku ToR. Dengan peningkatan kemampuan SDM daerah, hasil produksi dari sumur tua dan sumur BKU nantinya, dapat dikelola lebih optimal dan aman, sekaligus meminimalkan risiko kecelakaan dan dampak lingkungan.
Pada akhirnya, peningkatan kompetensi operasi migas bagi BUMD/Koperasi/UMKM dalam kegiatan pengelolaan sumur tua & sumur BKU, maka petunjuk teknis dalam pelaksanaan PERMEN ESDM No. 14 tahun 2025 perlu diprioritaskan. Pemerintah pusat dan daerah harus bersinergi untuk menjawab tantangan ini demi mendukung ketahanan energi nasional dan kesejahteraan masyarakat.