Follow Us :

TAHUN 2021 PENERIMAAN DBH PANAS BUMI SE-PROVINSI JAWA BARAT MELAMPAUI PENERIMAAN DBH MIGAS

Dipublikasikan pada : Feb 22 2022

Setiap tahunnya daerah mendapatkan pemasukan dari Dana Bagi Hasil. Dana bagi hasil yang disingkat DBH bagian dari TKD yang dialokasikan berdasarkan persentase atas pendapatan tertentu dalam APBN dan kinerja tertentu, yang dibagikan kepada Daerah penghasil dengan tujuan untuk mengurangi ketimpangan fiskal antara Pemerintah pusat dan Daerah, serta kepada Daerah lain nonpenghasil dalam rangka menanggulangi eksternalitas negatif dan/atau meningkatkan pemerataan dalam satu wilayah. 

Besarnya DBH yang disalurkan kepada daerah, baik daerah penghasil maupun yang mendapat alokasi pemerataan didasarkan atas realisasi penyetoran Penerimaan Negara Pajak (PNP) dan PNBP tahun anggaran berjalan.  Dikutip dari UU No 1 tahun 2022 pada Pasal 111, DBH terdiri atas DBH Pajak dan DBH SDA. Pada Pasal 111 ayat 3 disebutkan DBH SDA terdiri atas kehutanan, mineral & batu bara, minyak dan gas bumi, panas bumi dan perikanan. 

Provinsi Jawa Barat merupakan salah satu Provinsi di Indonesia yang mendapat penerimaan DBH dari SDA dari sektor migas dan Panas bumi. dikutip dari Portal DJPK, pada tahun 2021 penerimaan DBH SDA dari Sektor Panas Bumi lebih besar dibandingkan dengan penerimaan DBH dari sektor migas. Pada tahun 2021 tercatat penerimaan DBH SDA Panas Bumi Provinsi Jawa Barat sebesar Rp. 539,13 Milyar yang bersumber dari Iuran tetap sebesar Rp. 0,48 Milyar dan setoran bagian pemerintah sebesar Rp. 538,65 Milyar. Sedangkan untuk penerimaan DBH SDA dari sektor migas, pada tahun 2021 Provinsi Jawa Barat menerima sebesar Rp. 49,55 Milyar dimana dari minyak bumi sebesar Rp. 47,05 Milyar dan Rp. 2,5 Milyar dari Gas Bumi. Sedangkan untuk penerimaan DBH se-Provinsi Jawa Barat menunjukan untuk DBH SDA panas bumi tercatat sebesar Rp. 2.702,87 Milyar dan DBH SDA dari sektor migas sebesar Rp. 157,8 Milyar.

Hal ini tentunya karena Provinsi Jawa Barat memiliki potensi sumber daya energi panas bumi terbesar di Indonesia. Dikutip dari Pabumnews.com, Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) mencatat, total sumber daya panas bumi di Jabar sebesar 5.411 MW. Total sumber daya ini hampir 40 persen dari total sumber daya nasional. Dimana setidaknya terdapat 25 lokasi potensi panas bumi dan beberapa diantaranya sudah di bangun PLTP seperti WKP Cibeureum-Parabakti, WKP Kamojang-Darajat, WKP Pangalengan, dll.

Sementara untuk migas lifting minyak bumi dan gas bumi berdasarkan data dari Ditjen Migas, lifting minyak bumi Provinsi Jawa Barat (4-12 mil laut) tahun 2021 tercatat sebesar 5,138,779.42 barel dan gas bumi sebesar 16.813.426,48 MMBTU. Sedangkan untuk lifting minyak dan gas bumi se-Provinsi Jawa Barat (dari 6 Kabupaten/ Kota daerah penghasil) tercatat sebesar 4,746,091.28 barel dan 71.135.229,97MMBTU pada tahun 2021. Dari data tersebut menunjukan adanya penerimaan daerah yang cukup besar khususnya dari DBH SDA panas bumi. ADPMET berharap dan terus mendorong agar daerah-daerah khususnya daerah penghasil migas anggota ADPMET untuk memperhatikan dan mengembangkan potensi energi terbarukan yang ramah lingkungan seperti panas bumi yang tentunya selain dapat memberikan pendapatan lain bagi daerah dari DBH SDA Panas Bumi, juga dapat menjadi pemasok kebutuhan energi listrik di daerah melalui pembangkit-pembangkit listrik yang dikembangkan dari Panas bumi maupun energi terbarukan lainnya.

Terkait mengenai persentase DBH SDA panas bumi dan DBH SDA migas, hal ini sudah disampaikan pada UU No 1 Tahun 2022. Pada UU No 1 Tahun 2022 disebutkan bahwa DBH SDA panas bumi bersumber dari Iuran Tetap dan Iuran Produksi (pasal 118 ayat 1). Iuran Tetap adalah iuran yang dibayarkan kepada negara sebagai kesempatan atas eksplorasi, studi kelayakan, dan eksploitasi pada suatu wilayah kerja panas bumi. Iuran produksi adalah iuran yang diberikan kepada negara atas hasil yang diperoleh dari usaha pertambangan panas bumi. DBH sumber daya alam panas bumi yang dimaksud pada kutipan ayat sebelumnya, termasuk yang bersumber dari setoran bagian Pemerintah atas dasar kontrak pengusahaan panas bumi yang ditandatangani sebelum Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2003 tentang Panas Bumi (Pasal 118 ayat 2). 

Silahkan download UU NO 1 TAHUN 2022 dan peraturan lainnya di website adpmet.or.id atau melalui link berikut:

https://adpmet.or.id/repo/peraturan 

Dikutip dari pasal 118 ayat 3 disampaikan bahwa DBH SDA panas bumi yang dihasilkan dari wilayah Daerah yang bersangkutan ditetapkan sebesar 80%, dibagikan kepada Provinsi yang bersangkutan sebesar 16%, Kabupaten/ Kota Penghasil sebesar 32%, Kabupaten/ kota lainnya yang berbatasan langsung dengan kabupaten/ penghasil sebesar 12%, Kabupaten/ Kota lainnya dalam Provinsi yang sama sebesar 12% dan kabupaten/kota pengolah sebesar 8%. 

Sedangkan untuk minyak dan gas bumi, dikutip dari pasal 117 disampaikan bahwa DBH SDA minyak bumi yang di hasilkan wilayah darat dan laut sampai dengan 4 (empat) mil dari garis pantai, ditetapkan sebesar 15,5%, dibagikan kepada Provinsi yang bersangkutan sebesar 2%, kabupaten/kota penghasil sebesar 6,5%, Kabupaten/Kota lainnya yang berbatasan langsung dengan kabupaten/kota penghasil sebesar 3%, Kabupaten/kota lainnya dalam provinsi yang bersangkutan sebesar 3% (tiga persen) dan Kabupaten/kota pengolah sebesar 1%. DBH SDA minyak bumi yang dihasilkan dari wilayah laut di atas 4 – 12 mil dari garis pantai ditetapkan sebesar 15,5% dibagikan kepadaa. Provinsi penghasil sebesar 5%, Kabupaten/Kota lainnya dalam provinsi yang bersangkutan sebesar 9,5% dan Kabupaten/Kota pengolah sebesar 1%.

Untuk DBH gas bumi yang dihasilkan dari wilayah darat dan wilayah laut sejauh 4 mil dari garis pantai ditetapkan sebesar 30,5%, dibagikan kepada Provinsi yang bersangkutan sebesar 4%, Kabupaten/Kota penghasil sebesar 13,5%, Kabupaten/Kota lainnya yang berbatasan langsung dengan Kabupaten/Kota penghasil sebesar 6%, Kabupaten/Kota lainnya dalam Provinsi yang bersangkutan sebesar 6% dan Kabupaten/Kota pengolah sebesar 1%. DBH sumber daya alam gas bumi yang diperoleh dari wilayah laut di atas 4 – 12 mil dari garis pantai ditetapkan sebesar 30,5% dibagikan kepada provinsi penghasil sebesar l0%, Kabupaten/Kota lainnya dalam provinsi yang bersangkutan sebesar 19,5% dan Kabupaten/Kota pengolah sebesar 1%.