Jakarta, ADPMET NEWS - Pemerintah Indonesia dalam hal ini Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) terus berupaya meningkatkan produksi minyak dan gas bumi (migas) untuk memenuhi kebutuhan domestik. Di sisi lain, upaya mengurangi emisi menuju Net Zero Emission (NZE) tahun 2060 juga terus dilakukan.
Untuk mencapai keseimbangan kedua hal tersebut perlu ada strategi dan dukungan dari berbagai pihak untuk mempersiapkannya. Pemanfaatan teknologi pengurangan emisi seperti Carbon Capture and Storage/ Carbon Capture, Utilization and Storage (CCS/CCUS) bisa menjadi salah satu solusi, mengingat CCUS mampu meningkatkan produksi migas melalui CO2-EOR atau EGR sekaligus mengurangi emisi gas rumah kaca (GRK) secara signifikan.
Beberapa perusahaan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) sudah bersiap-siap untuk menyiapkan teknologi tersebut. Dikutip dari CNBC Indonesia terkait peningkatan produksi migas melalui CCUS, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mencatat terdapat Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) minyak dan gas bumi (migas) yang ingin mengembangkan Carbon Capture and Storage/Carbon Capture, Utilization and Storage (CCS/CCUS) di wilayah kerja migas mereka.
Lapangan Ramba ditemukan melalui pengeboran wildcat Ramba 1 oleh operator Asamera pada Agustus 1982. Pemboran menargetkan Formasi batu Raja Miosen Bawah dan dibor hingga kedalaman total 1.200 m. Sebuah DST dilakukan ditemukan minyak ringan dengan laju aliran 1.720 b/d.
Dikabarkan, dalam rencana pengembangannya sekitar 33 MMcfg/d CO2 akan ditangkap dari pabrik pengolahan gas yang kemudian akan disalurkan melalui pipa sepanjang 50 km yang menghubungkan ke lapangan Ramba. Diperkirakan 16,4 MMbo dapat di recovery melalui metode CCUS-EOR.
Menurut laporan media lokal yang mengutip Production Research Specialist Pertamina, tahap studi untuk CCUS-EOR pemanfaatan CO2 untuk meningkatkan volume produksi minyak dari lapangan diharapkan selesai pada tahun 2022. Proyek percontohan akan menjadi tahap berikutnya, direncanakan memakan waktu sekitar empat sampai lima tahun (2022-2026), sebelum Front-End Engineering Design (FEED), final Investment Decision (FID) dan tahap konstruksi yang akan memakan waktu sekitar tiga sampai empat tahun (2026-2029). Proyek ini direncanakan untuk onstream pada tahun 2030.
Pada akhir November 2021, Pertamina, JX Nippon Oil & Gas Exploration Corporation (JX), dan Japan Oil, Gas and Metals National Corporation (JOGMEC) menandatangani perpanjangan Memorandum of Understanding (MOU) tentang kolaborasi dalam rencana bisnis dan studi bersama, yang melibatkan produksi hidrogen biru dan amonia dengan memanfaatkan penangkapan dan penyimpanan karbon (CCS). MOU asli yang ditandatangani pada 2018 hanya mencakup kegiatan hulu migas, termasuk enhanced oil recovery (EOR) menggunakan CO2.
Deputi Transisi Energi ADPMET sepakat ikut mendorong kegiatan usaha industri migas yang lebih bersih dengan mengurangi emisi karbon dan sekaligus bertujuan untuk meningkatkan kemampuan pengurasan minyak dari reservoir seperti program CCUS-EOR yang dikerjakan. Semoga tahap studi berjalan lancar serta tepat waktu dalam pelaksanaannya sehingga bermanfaat untuk kepentingan nasional dan daerah. (RLU/PTS)