Follow Us :

Mengawal Perkembangan Industri Migas Yang Lebih Ramah Lingkungan di Aceh, Mengantisipasi Trend Bisnis Migas Dunia dalam Masa Transisi Energi

Dipublikasikan pada : Nov 11 2021

Pada workshop BUMD Migas Jawa Barat pada bulan September 2021 lalu secara online, dan offline di Bogor, Andang Bachtiar, Sekjend ADPMET menerangkan tentang potensi tren bisnis migas lima (5) tahun ke depan di dunia dan biasanya juga terjadi di Indonesia. Dijelaskannya bahwa pada saat ini perusahaan eksplorasi dan produksi migas di dunia memiliki beberapa pilihan strategi dalam pengembangan bisnisnya, yaitu sebagai perusahaan energi, sebagai perusahaan karbon, sebagai perusahaan yang mengatur penurunan laju produksi, atau sebagai perusahaan yang memilih “new direction”.


Graphical user interface, website

Description automatically generated

Gambar 1 Pemaparan Sekjend ADPMET dalam Workshop BUMD Migas Jawa Barat


Contoh di dunia untuk perusahaan yang memilih sebagai perusahaan energi maka perusahaan tersebut dalam berbisnis akan menghasilkan berbagai produk energi (low-carbon liquid, gas hydrogen, biometana, dan advance biofuel) dan servis terkait produk tersebut. Contoh perusahaan yang memillih strategi ini adalah Medco, Pertamina, Total, dan BP. Untuk Perusahaan karbon (carbon company), mengusahakan Carbon Captureand Storage (CCS) atau Carbon CaptureUtilization and Storage (CCUS) dan meminimalisasi emisi karbon, seperti yang dilakukan Saudi Aramco, dan Shell. Sedangkan untuk perusahaan yang me-manage penurunan laju produksi, diantaranya adalah Lundin, Vermilion Energy, Tullow, Premier Oil, dan Frontera Energy.

Carbon Capture, Utilization & Storage: Pipe Dream or Potential Solution?

Gambar 2 Gambaran Skematis Teknologi CCUS. Sumber: https://energywatch-inc.com/carbon-capture-utilization-storage-pipe-dream-potential-solution


Trend ini juga harus menjadi perhatian dan tantangan bisnis ke depan, dimana perusahaan harus sudah memulai ikut mengintegrasikan core bisnisnya dalam rangka menuju Net Zero Emission (NZE). Perlu disadari juga bahwa Indonesia memiliki cadangan Gas lebih besar daripada minyak, sehingga dalam rangka transisi energi, penggunaan gas harus tercermin dalam strategi dan kebijakan bauran energi nasional dan daerah. Banyak discovery atau lapangan gas di Indonesia belum bisa dikembangkan karena pertimbangan keekonomian dan teknikal. Diantaranya adalah karena besarnya konten carbon dioksida (CO2). Seperti yang ada di Lapangan Gas di Blok East Natuna, Kepulauan Natuna dan Lapangan Gas di Blok A, Aceh. Selain itu, di dekat Aceh, di laut Andaman juga banyak prospek yang memiliki kandungan CO2 yang tinggi jika diproduksikan.


Dalam rangka mempersiapkan diri menyikapi perubahan trend bisnis migas yang lebih ramah lingkungan dan transisi energi. Pada tanggal 9 November 2021 secara online dan offline di Kantor Perwakilan Aceh di Jakarta dalam rapat bersama Pemerintah Aceh, Andang Bachtiar mendorong Pemerintah Aceh untuk mencoba melihat kembali potensi beberapa lapangan gas yang ada di Aceh dan di sekitarnya, untuk kemudian bisa dikembangkan dengan mekanisme CCS ke Lapangan Arun yang sudah depleted. Pengembangan potensi stranded gas discovery & prospect ini akan memberikan multiple effect diantaranya dapat menyerap tenaga kerja, mengerakkan industri dan usaha pendukung kegiatan migas disekitarnya, dan akan menambah pemasukan daerah, serta lebih jauh lagi dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat Aceh. Dalam kesempatan itu dipaparkan juga tentang perkembangan positif dari usaha pembuatan Peraturan Menteri terkait CCS/CCUS dimana Andang Bachtiar juga merupakan bagian dari tim yang ikut mendiskusikan regulasi tersebut di bawah koordinasi Ditjen Migas ESDM.


Pada pertemuan dengan Gubernur Aceh tersebut, Andang Bachtiar juga memfasilitasi ODIN/CARBON-X sebagai konsultan maupun investor internasional yang telah direkomendasikan oleh Dirjen Migas untuk memaparkan tentang rencana studi kelayakan dan investasi bisnis ODIN/CARBON-X di penyimpanan CO2 di Lapangan Arun (CCS Arun). ODIN meyakini bahwa Lapangan Arun memiliki Formasi Peutu Limestone sebagai reservoir deplated yang menghasilkan gas, sangat cocok dan relatif lebih aman sebagai gudang penyimpanan gas CO2. Untuk memastikan itu akan dilakukan beberapa studi diantaranya studi sub-surface dan surface, studi fasilitas, evaluasi komersialitas, tentunya juga kajian penerimaan masyarakat dan kajian mitigasi resiko. Kajian-kajian ini akan banyak melibatkan kampus di Aceh sebagai CoE (Centre of excellence) CCS di Aceh


Dalam pertemuan tersebut, Gubernur Aceh Bapak Ir. H. Nova Iriansyah, M.T. Menyambut baik rencana CCS ini yang bekerjasama dengan BPMA dan PEMA karena dapat memberikan multiplier effect atau efek berganda bagi Aceh. Beliau setuju bahwa dalam pelaksanaannya nanti akan ada pelibatan banyak pekerja dan ahli di sekitar Arun atau Aceh yang akan kembali menghidupkan kejayaan Arun. Selain itu penting adanya komitmen transfer pengetahuan dan teknologi sehingga Aceh dapat menjadi salah satu Pusat kajian dan pelatihan untuk mencetak ahli-ahli di bidang CCS ini. Gubernur Aceh memberikan dorongan agar studi dapat segera dikerjakan dan penuh kehati-hatian sehingga cepat memberikan manfaat kepada Aceh. Tentunya dalam pelaksanaan proyek studi ataupun pelaksaanan CCS nanti harus memperhatikan kaidah ilmiah dan keteknikan serta peraturan yang berlaku baik di Aceh dan di Pusat.


A group of people sitting at a table

Description automatically generated with medium confidence

Gambar 3 Penyampaian oleh Gubernur Aceh dalam Rapat Pembahasan Tindak Lanjut Rencana Studi CCS Arun


Asosiasi Daerah Penghasil Migas dan Energi Terbarukan (ADPMET) mendukung dan ikut serta aktif memberikan pendampingan BUMD atau daerah untuk bekerjasama dengan investor, baik dalam negeri ataupun luar negeri, dalam rangka mengembangkan bisnis migas yang lebih ramah lingkungan dan energi terbarukan. Tentunya itu semua harus mengedepankan tujuan untuk meningkatkan kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat di daerah.