Follow Us :

Tren dan Tantangan Bisnis Migas 5 Tahun Ke Depan untuk Daerah

Dipublikasikan pada : Sep 30 2021

ADPMET News, Jakarta – Dalam rangka penyusunan Rencana Anggaran dan Rencana Bisnis PT. Migas Hulu Jabar – ONWJ sebagai BUMD Pengelola PI 10 Persen, minggu lalu (22/09/2021) menyelenggarakan Workshop yang menghadirkan Andang Bachtiar (Sekjend ADPMET) sebagai salah satu pembicara. Dalam event yang dilangsungkan secara Hybrid tersebut, Andang Bachtiar memaparkan materi terkait Trend dan Tantangan Bisnis Migas 5 Tahun kedapan untuk Daerah.

Dijelaskannya bahwa saat ini perusahaan eksplorasi dan produksi migas di dunia memiliki beberapa pilihan strategi dalam pengembangan bisnisnya,  yaitu sebagai perusahaan energi, sebagai perusahaan karbon,  sebagai perusahaan yang mengatur penurunan laju produksi, atau sebagai perusahaan yang memilih “new direction”.

Untuk perusahaan yang memilih sebagai perusahaan energi maka perusahaan tersebut dalam berbisnis akan menghasilkan berbagai produk energi (low-carbon liquid, gas hydrogen, biometana, dan advance biofuel) dan servis terkait produk tersebut. Contoh perusahaan yang memillih strategi ini adalah Medco, Pertamina, Total, BP.

Selanjutnya untuk perusahaan karbon (carbon company), mengusahakan Carbon Capture, Utilization and Storage (CCUS) dan meminimalisasi emisi karbon, seperti yang dilakukan Saudi Aramco, dan Shell. Sedangkan untuk perusahaan yang memanage penurunan laju produksi,diantaranya Lundin, Vermilion Energy, Tullow, Maurel et Prom, Premier Oil, Frontera Energy.

Sementara untuk yang memilih new direction, akhir-akhir ini banyak dilakukan oleh beberapa perusahaan sifting  dalam melakukan re-invent bisnis model dan sector lainnya seperti BP dan Medco Energi.

Sehubungan dengan langkah bisnis ke depan, dikatakan Andang, perusahaan sudah harus memetakan bisnisnya sesuai perkembangan masa depan, seperti diketahui bersama bahwa saat ini masyarakat dunia termasuk Indonesia sedang bersama-sama mengurangi penggunaan bahan bakar fosil menuju energi bersih.

“Nah trend ini juga harus menjadi perhatian dan tantangan bisnis ke depan, dimana perusahaan harus sudah memulai ikut mengintegrasikan core bisnisnya rangka menuju Net Zero Emission (NZE),” ujarnya.

Lebih lanjut dijelaskan, perlu disadari bahwa Indonesia memiliki cadangan Gas lebih besar daripada minyak, sehingga dalam rangka transisi energi, penggunaan gas harus tercermin dalam strategi dan kebijakan bauran energi nasional. Strategi transisi energi lainnya yaitu defisit energi seharusnya dapat diatasi dengan pengembangan energi terbarukan dan peningkatan porsi gas dalam bauran energi nasional.

Selain itu juga perlu pemanfaatan dana energi fosil untuk pengembangan energi terbarukan, serta perlu ESG FUND (Environmental, Social, Governance Fund) untuk investasi yang memprioritaskan investasi untuk eksplorasi dan produksi gas bumi.

Terdapat beberapa peluang bisnis migas dan transisi energi di Indonesia yang dapat dikerjakan daerah dan BUMD, di antaranya:  Pengelolaan Participating Interest (PI) 10% untuk daerah, ikut serta dalam pengerjaan proyek jaringan gas nasional, pemanfaatan alokasi gas baik dari lapangan produksi produksi, gas flare serta pemanfaatan potensi biogenical gas. Selain itu BUMD juga turut serta dalam mengelola lapangan atau sumur tua dengan skema Kerja Sama Operasi (KSO). Selanjutnya mulai mengusulkan dan kemudian mengusahakan lapangan atau discovery yang belum dikembangkan untuk di curve out kemudian diusahakan.