Follow Us :

Lebih Hijau, Porsi Pembangkit EBT pada RUPTL Capai 48%

Dipublikasikan pada : Jun 25 2021

ADPMET News, Jakarta – Draft Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) Perusahaan Listrik Negara (PLN) tahun 2021-2030 tingkatkan porsi pembangkit listrik berbasis Energi Baru Terbarukan (EBT) menjadi 48 % atau 119.899 MW. Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Rida Mulya menyebutkan RUPTL yang disusun saat ini lebih hijau dibanding RUPTL tahun 2019-2028 yang porsi EBT masih kisaran 30%.

“Kami ingin RUPTL yang sedang disusun saat ini adalah RUPTL yang greener, lebih hijau. Dalam artian, porsi EBT lebih baik daripada versi RUPTL sebelumnya. Perbandingannya, RUPTL yang ada saat ini (2019-2028) hanya merencanakan 30% EBT. Sementara, yang kita susun saat ini minimum 48%,” kata Rida Mulya, dikutip dari siaran pers Kementerian ESDM Nomor 191.Pers/04/SJI/2021, Jum’at 4 Juni 2021.

Rida juga mengungkapkan berbagai kebijakan “hijau” lainnya yang masih dalam tahap pembahasan pada RUPTL 2021-2030. Kebijakan tersebut antara lain konversi Pembangkit Listrik Tenaga Diesel (PLTD) ke pembangkit EBT, co-firing Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Batubara, retiment pembangkit tua, dan relokasi pembangkit ke system yang memerlukan. Selain itu, Ditjen Ketenagalistrikan juga merancang template Net Zero Emission (NZE), sebagai perwujudan realisasi komitmen Presiden Joko Widodo pada COP 21 tahun 2015 dan juga sejalan dengan target bauran EBT sebesar 23% di tahun 2025.

“Kita sedang menyusun program, termasuk regulasinya. Bagaimana mengurangi porsi pembangkit (fosil) secara natural,” lanjut Rida.

Sebagai informasi, penyusunan draft RUPTL tersebut hingga kini masih dalam tahap finalisasi. Rida menargetkan dapat selesai paling lambat akhir bulan ini. “Target RUPTL selesainya sesegera mungkin. Juni maksimum. Hanya tinggal beberapa isu memerlukan kesepakatan bersama dan ada sedikit waktu untuk running model, missal scenario ini dipakai seperti apa dampaknya ke biaya pokok penyediaan listrik, subsidi, dan lainnya,” ujarnya dikutip dari Bisnis.com.

Penyusunan RUPTL 2021-2030 cukup kompleks sehingga memakan waktu yang cukup lama dibanding dengan RUPTL sebelumnya. Ia menyebutkan beberapa penyebabnya antara lain, pandemi covid-19, proyeksi pertumbuhan permintaan listrik yang terlalu tinggi, dan perkembangan global menuju transisi ke energi hijau. (Bgs)

Sumber : Kementerian ESDM dan Bisnis.com